Kamis, 10 Desember 2009

Rukhsoh Membuka Cadar Bagi Wanita

Jika kembali pada sejarah, pada awal permulaan datangnya islam hukum hijab tidak diwajibkan atas wanita, mereka menampakkan wajah dan kedua tangannya dihadapan para lelaki. Kemudian Allah  mewajibkan hijab bagi wanita untuk menjaga mereka dari pandangaan kaum lelaki asing dan untuk menjaga agar tidak diganggu, yaitu setelah firman Allah  dalam surat Al-Ahzab 53:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَسْئَلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَاكَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللهِ وَلآَأَن تَنكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِن بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِندَ اللهِ عَظِيمًا
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah  dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat.  Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah .”

Jumhur ulama menjelaskan tentang wajibnya hijab, Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam menyatakan bahwa:

ذَهَبَ جُمْهُوْرُ الأَّئِمَّةِ الْمُجْتَهِدِيْنَ الأَعْلاَمِ وَعَلَي رَأْْسِهِْمْ الشَّافِعِي وَاَحْمَدْ و ماَلِكْ إِلَى أَنَّ وَجْهَ الْمَرْأَةٌ عَوْرَةّ أنَّ سَتْرَهُ وَاجِب ٌوَأَنَّ كَشْفهُ حَرَاَمٌ
“Jumhur ulama mujtahid terkemuka yang dipelopori oleh Imam Asy-Syafi’I, Imam Ahmad dan Imam Malik. Berpendapat bahwa wajah wanita adalah aurat. Menutupnya adalah wajib, dan membukanya adalah haram.”

Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah menetapkan wajibnya bagi wanita menutup aurat demikian juga wajah dihadapan laki-laki selain mahramnya. Namun demikian, Ada beberapa ruhsoh membuka cadar bagi wanita dalam beberapa kondisi:

1. BOLEH MEMBUKA CADAR DI DEPAN MAHRAMNYA
2. WANITA YANG SEDANG IHRAM TIDAK BOLEH MENUTUP WAJAHNYA
Nabi  bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّه بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَلَ النَّبِيِّ: لاَ تَنْتَقِبِ المَرْأَةُ المُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ القُفَّازَيْنِ
“Abdullah bin Umar berkata bahwa Nabi  bersabda, ”Perempuan yang berihram hendaklah tidak mengenakan niqab (cadar) dan tidak pula memakai sarung tangan.”

Hadist diatas hanyalah ujung dari sebuah hadits yang di dalamnya Rasulullah    menjelaskan pakaian apa saja yang tidak boleh dikenakan oleh wanita yang sedang ihram. Ditilik dari pengertian sebaliknya, hadist inimenjadi dalil bahwa wanita yang tidak berihram diperintahkan untuk menutup wajahnya dengan cadar.
Larangan mengenakan cadar bagi wanita yang sedang beriharam menjadi dalil bahwa wajah wanita bukanlah aurat seperti halnya paha, misalnya: wanita hanya diminta menutupi dari pandangan kaum lelaki nonmahram. karenanya, jika seorang perempuan tidak terlihat oleh lelaki yang bukan mahramnya, seperti di dalam rumah misalnya, ia tidak wajib menutup wajah.

3. MENGENAKAN HIJAB DARI WANITA KAFIR TIDAK WAJIB
    Dalam masalah ini ada dua pandangan. Pendapat yang kuat mengatakan untuk kasus ini tidak wajib (boleh) membuka cadar, karena mereka adalah wanita sebagaimana wanita yang lain. Dan karena hal itu tidak dikutip dari istri-istri Rasulallah  juga dari sahabat yang yang lain, ketika mereka berkumpul dengan wanita Yahudi di Madinah dan wanita penyembah berhala. Andaikan peristiwa itu pernah terjadi, tentulah peristiwa itu sudaah dikutip oleh para sahabat.

4. MENGENAKAN HIJAB DARI ORANG BUTA TIDAK WAJIB
    Sebagaimana disebutkan dalam hadist hal itu tidak wajib, karena Rasulullah   menyuruh Fatimah binti Qais radhiyallahu’anha untuk menghabiskan masa iddah di samping Ibnu Ummi Maktum  dan bersabda:
إِنَّهُ رَجُلُأَعْمَى تَضَعِيْنَثِيَابَكَ فََلاَيَرَاكَ
“Sesungguhnya ia adalah lelaki yang buta,kamu menanggalkan pakaianmu dia pun tidak melihatmu.”
    Sementara hadist yang terkenal, di mana disebutkan ketika Ibnu Ummi Maktum , berkunjung kepeda Rasulullah , beliau bersabda kepada kedua istrinya: ”kenakan hijab darinya.” Keduanya menjawab: “Sesungguhnya dia adalah orang buta” maka beliau   menjawab: “Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua adalah orang yang dapat melihat?” Maka hadist ini adalah hadist yang menyimpang, tidak shahih, karena ia bertentangan dengan hadist shahih yang diriwayatkan berkaitan dengan bab ini, dan sebagian adalah hadist yang disebutkan diatas.
    Sebagian dari hadist tersebuat adalah sabda Rasulullah :
إِنَّمَا جُعِلَ الإِسْتِئَذَانُ النَّظَرِ
“sesungguhnyalah permintaan izin karena untuk memandang” Muttafaqun‘alaih

5. BOLEH MEMBUKA CADAR DAN SARUNG TANGAN KETIKA SHALAT
    Hukum asal dalam shalat harus membuka wajah, karena wajah termasuk dari tujuh anggota badan yang harus menempel ke bumi ketika sujud. Nabi   bersabda:

إِذَا سَجَدَ الْعَبْدُ سَجَدَ مَعَهُ سَبْعَة ُ أَطْرَافٍ وَ جْهُهً وَ كَفَّاهُ و َرُكْبَتَاهُ وَ قَدَمَاهُ
”Bila seseorang hamba itu sujud maka berada di atas tujuh anggota badan: mukanya, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua kakinya” (HR. Muslim)
Dan yang dimaksud muka dalam hadist ini adalah dahi dan hidung,

أُمِرْتُ أَنْ أَسَجُدَ عَلَي سَبْعٍ وَ لآَ أَكْفِتَ الشَّعِرَ وَ لاَ الثِّيَابَ الجَبْهَةِ وَالأَنْفِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَ القَدَميْنِ
“Aku telah diperintahkan ntuk bersujud di atas tujuh (anggota badan), tidak memegang rambut dan baju, yaitu: dahi dan hidung, dua tangan, dua lutut dan dua kaki.” (HR.Muslim)

        Alasan lain menutup wajah ketika sholat menyerupai perbuatan orang-orang Yahudi, mereka selalu menutup wajahnya saat berada ditempat ibadah sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat Abu Dawud.
        Tapi lain kondisinya bila ketika shalat ditakutkan ada laki-laki yang bukan mahram akan melihatnya, maka diperbolehkan menutup wajahnya. Dan ketika hendak sujud segera membuka wajahnhya untuk ditempelkan ketemapat sujud.
        Syaikh Usaimin berkata dalam masalah ini, “Seorang wanita yang pergi keluar rumah, bila ketika shalat ditakutkan akan ada laki-laki melihatnya maka ia wajib menutup wajahnya agar tidak bisa dilihat mereka. Lalu bila ia hendak sujud ia harus membuka penutup wajahnya dan menutup kembali setelah itu. Anas  berkata, “suatu ketika kami shalat bersama Nabi  dalam kondisi kepanasan, Bila salah satu dari kami tidak kuat menempelkan dahinya di tanah maka membumka bajunya dan sujud di atasnya. ‘Dengan hadist inilah, siapapun tidak dibenarkan sujud diatas suatu benda yang menghalanginya dari tanah kecuali karena sebuah tuntunan kebutuhan.”
         
6. BOLEH MEMBUKA WAJAH KETIKA DI KHITBAH
    Rasulullah  bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدَ كُمْ امْرَأَةً فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إنَّمَا يّنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَةٍ وَ إِنْ كَانَتْ لاَتَعْلَمُ
“Apabaila salah satu di antara kalian mengkhitbah seorang wanita, maka tidak dosa baginya untuk melihat wanita tersebut jika ia hendak melihatnya karena khitbah, meskipun wanita itu tidak mengetahuinya”

Dari segi pengambilan hadist diatas,

3 komentar:

sandhi mengatakan...

MUKTAMAR VIII NAHDLATUL ULAMA
Keputusan Masalah Diniyyah Nomor : 135 / 12 Muharram 1352 H / 7 Mei 1933 Tentang
HUKUM KELUARNYA WANITA DENGAN TERBUKA WAJAH DAN KEDUA TANGANNYA

Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya keluarnya wanita akan bekerja dengan terbuka muka dan kedua tangannya? Apakah HARAM atau Makruh? Kalau dihukumkan HARAM, apakah ada pendapat yang menghalalkan? Karena demikian itu telah menjadi Dharurat, ataukah tidak? (Surabaya)

Jawaban :
Hukumnya wanita keluar yang demikian itu HARAM, menurut pendapat yang Mu’tamad ( yang kuat dan dipegangi - penj ).
Menurut pendapat yang lain, boleh wanita keluar untuk jual-beli dengan terbuka muka dan kedua tapak tangannya, dan menurut Mazhab Hanafi, demikian itu boleh, bahkan dengan terbuka kakinya, APABILA TIDAK ADA FITNAH.

SUMBER :
Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman123-124, Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh; Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jatim dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.

sandhi mengatakan...

Di dalam Kitab Tafsir Jalalain, karya Jalaluddin ibn Muhammad Al-Mahalli رحمه الله dan Jalaluddin ibn Abi Bakrin as-Suyuthi رحمه الله; digunakan di hampir seluruh dunia dan pondok-pondok pesantren di Indonesia sejak masa dahulu; disebutkan:

 Tafsir QS. An-Nuur : 31: وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا (...dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya), yaitu :
“wajah dan kedua telapak tangan, maka dibolehkan terlihat lelaki asing jika tidak takut terjadi fitnah; pada satu pendapat. Pendapat kedua, diharamkan terlihat (wajah dan telapak tangan) karena dapat mengundang fitnah, (pendapat ini) kuat untuk memutus pintu fitnah itu.”

 Tafsir QS.Al-Ahzaab: 59 tentang jilbab, يُدْنِــينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ (...Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…), yaitu :
“Bentuk jamak dari jilbab, yaitu pakaian besar yang menutupi perempuan, yaitu menurunkan sebagiannya ke atas wajah-wajah mereka ketika keluar untuk suatu keperluan hingga tidak menampakkannya kecuali hanya satu mata saja.”

HIDAYATURRAHMAN's ZONE mengatakan...

Syukron atas komentar dan tambahan ilmunya....

Posting Komentar