Kamis, 10 Desember 2009

Hukum Membaca dan Menyentuh Al-qur’an Bagi Wanita Haid dan Nifas

Tidak sebagaimana jenis ibadah yang yang lainnya, tantang membaca dan menyentuh al-Qur’an bagi wanita haid atupun nifas terjadi banyak perbedaan pendapat dikalangan ulama.
Berikut perinciannya:

1. MEMBACA AL-QUR’AN
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum membaca Al-Qur’an bagi para wanita yang sedang haid da nifas:
Pertama, Sebagian ulama mengharamkan hal itu dan memasukkan dalam kategori orang yang sedang junub. Mereka berdalil dengan riwayat dari Nabi  yang melarang orang junub untuk membaca Al-Qur’an, karena janabat termasuk hadas besar. Haidh tidak berbrda dengannya, demikian pula nifas. Karena itulah mereka berpendapat bahwa wanita haidh dan nifas tidak boleh membaca Al-Qur’an, hingga mereka suci. Mereka berdalil pula dengan hadits riwayat At-Tirmidzi dari Ibnu Umar  bahwa ia berkata: ”Wanita haidh dan junub tidak boleh membaca Al-Qur’an”
Kedua, Sementara sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wanita yang dalam keadaanhaidh dan nifas diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan hafalan. Karena masa haidh panjang tidak bisa dianalogikan dengan yang sedang junub yang waktunya hanya sebentar,dimana ia bisa segera mandi selepas junubnya dan langsung membaca Al-Qur’an. Sedang wanita haidh dan nifas ttidak mungkin demikian. Hadits yang dinyatakan oleh golongan orang yang melarang dinyatakan lemah dan telah dilemahkan oleh para ulama hadts, karena diantara periwayatannya ada Ismail bin Iyasy dari orang-orang Hijaz. Sedang riwayat Ismail bin Iyasy dari oarang-orang hijaz termasuk riwayat yang lemah. Pendapat inilah yang benar.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz termasuk berpendapat diperbolehkannya wanita haidh membaca Al-Qur’an. Beliau menyebutkan dalam Fatawa An-nisa’iyyah bahwa tidak ada dalil secarara sharih melarang wanita haidh membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf. Sehingga boleh baginya membaca dengan hafalan atau menggunakan hai’l (perantara) ketika perlu membuka mushaf.
Oleh karena itu wanita yang sedang haidh dan nifas diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan hafalan karena masa haidhnya panjang tidak bisa disamakan dengan junub. Bagi pelajar putri diperbolehkan membaca Al-Qur’an baik dalam kegiatan belajar maupun ujian, dari hafalan, bukan dengan membaca mshaf langsung. Apabila diperlukan untuk membaca Al-Qur’an dari mushaf, diperbolehkan baginya dengan syarat harus ada pembatas, misalnya sarung tangan dan sejenisnya.

2. MENYENTUH AL-QUR’AN
Tidak dibolehkan bagi wanita yang haidh dan nifas menyentuh mushaf tanpa penghalang, karena mushaf tidak boleh disentuh kecuali dalam kondisi suci. Berdasarkan firman Allah  :
لَايَمَسَّهُ إِلَّا الٌمُطََهَّرُوْنَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (Al-Waqi’ah:79)

Dan surat yang ditulis pleh Rosulullah  kepada Amr bin Hazm :

لاَيَمَسَّ الْمُصْحَفَ إِلاَّطَاهِرٌ
“Tidak boleh menyentuh mushaf kecuali orang-orang yang disucikan” (HR.An-Nasa’idan lainnya)
Hadits ini hampir menyerupai hadits mutawatir, karena manusia bisa menerimanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimallahu’anhu berkata: ”madzhab imam enpat menyebutkan bahwa tidak boleh menyentuh mushaf kecuali orang dalam keadaan suci. Sedangkan membaca mushaf bagi wanita haidh tanpa menyentuhnya, disinilah para ulama berselisih pendapat. Yang lebih selamat hendaknya tidak usah membaca kecuali dalam kondisi membutuhkannya, seperti a\takut lupa surat yang dihafalnya.

Lalu bagaimana hukum membaca kitab tafsir yang bertuliskan ayat Al-Qur’an???
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan dalam ”Al-Fatawa Al-jami’ah Lil Mar’ah Al-Mislimah” ia berkata: Tida’ apa-apa bagi wanita Haidh dan nifas untuk membaca kitab-kitab yang bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an atau ayat-ayat yang ditafsirkan. Diperbolehkan pula untuk menuliskan dalam suatu makalah atau sejenisnya. Boleh pula mempergunakannya sebagai dalil atas suatu hukum, atau embacanya sebagai doa wirid dan sebagaio nya, karena hal itu tidak dikategorikan sebagai membaca Al-Qur’an. Diperbolehkan pula baginya untuk membawa buku-buku tafsir dan sejenisnya untuk suatu keperluan.
Setelah mengetahui perbedaan pendapat diantara para ulama, seyogyanya kita katakan, lebih utama wanita haidh dan nifas tidak membaca Al-Qur’an secara lisan, keculi jika diperlukan. Misalnya seorang guru wanita yang perlu mengajarkan membscs Al-Qur’an kepada siswa-siswanya, atau seorang siswi pada waktu ujian perlu diuji dslsm membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya.
Sedang membaca Al-Qur’an bagi wanita haidh itu sendiri, jika dengan mata atau dalam hati tanpa diucapkan dalam lisan maka ti8dak apa-apa hukumnya. Misalnya, mushaf atau lembaran Al-Qur’an diletakkan, lalu matanya menatap ayat-ayat seraya hatiny membaca. Menurut An-Nawawi dalam kitab Syarh Al-Muhadzdzab hal ini boleh, tanpa ada perbedaan pendapat.
Adapun membaca dzikir, takbir, tasbih, tahmid, dan bismillah ketika hendak makan atau pekerjaan lainnya, membaca hadits, fiqih, doa, dan aminnya, serta mendengarkannya Al-Qur’an, maka tidak diharamkan bagi wanita haidh. Hal ini berdasarkan hadits dalam Shahih al-Bukhary-Muslim dan kitab lainnya bahwa Nabi  pernah bersandar dipangkuan ’Aisyah Radhiyallaahu ’anhuyang ketika itu sedang haidh, lalu beliau membaca Al-Qur’an.
Sabda Nabi:
افْعَلِي كَمَا يَفْعَلْ الْحَاجُّ غَيْرَ أنْ لاَتَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّي تَطْهُرِ
”Lakukanklah apa yang dilakukan jamaah haji, hany saja jangan melakukan thawaf di Ka’bah sebelum kamu suci” (HR. Bukhari)
Ini menunjukkan bahwa selain thawaf wanita haidh dianjurkan tetap melakukan ibadah yang dilakukan esbagaimana orang yang berhaji. Sedanmgkan di dalam ibadah haji itu ada dzikir, talbiyah, maupun do’a. Wallohu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar