Kamis, 10 Desember 2009

Haidnya Wanita Yang Terputus-Putus

Banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang terdapat pada kepribadian wanita yaitu tentang darah haid. Darah haid adalah darah kotor yang dikeluarkan rahim yang dialami oleh wanita yang sudah baligh pada waktu tertentu sekali dalam sebulan dqan memiliki cirri-ciri terteltu. Dalam masalah lamanya waktu haid seorang wanita, terjadi perbedaan pendapat antar ulama’.
Menurut madzhab Hanafiyah, mereka berkata: “Bahwa sesungguhnya waktu paling sedikitnya haid seorang wanita itu adalah tiga hari tiga malam, dan waktu paling lamanya adalah sepuluh hari sepuluh malam. Itu semua dilihat dari kebiasaannya waktu haid setiap bulannya, dan tidak harus menunggu sampai sepukuh hari dulu baru mandi janabat. Misalnya seorang wanita haidnya tiga hari. Jika setelah tiga hari itu sudah tidak ada darah yang keluar lagi, maka ia harus segera mandi janabat. Namun ternyata pada bulan lain berubah menjadi empat hari atau lima hari, maka darah tersebut masih terhitung darah haid karena masih dalam waktu-waktu haid. Tapi jika sudah lebih dari sepuluh hari kok masih keluar darah, maka darah tersebut bukan termasuk darah haid, melainkan darah istihadhoh.”
Sedangkan menurut madzhab Malikiyah, mereka berkata: “tidak ada ketentuan mengenai batas minimal waktu haid. Jika darah tersebut hanya keluar dalam waktu satu hari saja, maka darah tersebut termasuk darah haid. Sedangkan untuk batas maksimal waktu haid itu adalah lima belas hari. Jika lebih dari lima belas hari masih keluar darah, maka darah tersebut tidak termasuk darah haid, melainkan darah istihadhoh.”
Hamnah binti Jahsyin, dia menceritakan:

كنت أستحاض حيضة كثيرة شديدة فأ تيت النبي أستفتيه فقا ل إنماهي ركضةمن الشيطان فتحيضي ستة أيام أوسبعة أيام ثم اغتسلي فيذا استنقأ ت فصلي أربعة يوما أو ثلا تة وعشرين يوما وصومي وصلي فإن ذلك يجزئك وكذلك فا فعلي كل شهر كما تحيض النساء
“Aku pernah mengalami istihadhah, darah yang keluar itu sangat banyak. Lalu aku datang kepada Nabi  untuk meminta fatwa kepadanya. Maka beliau bersabda: ‘Sesungguhnya darah itu keluar akibat hentakan dari setan. Jalanilah masa haidmu selama enam atau tujuh hari, kemudian mandilah. Jika kamu telah melihat bahwa dirimu telah suci dan bersih, maka shalatlahpada dua puluh empat atau dua puluh tiga hari berikutnya (pada masa suci) serta puasalah. Cara seperti itu yang boleh kamu lakukan. Di samping itu, lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh wanita-wanita yang menjalani masa haid setiap bulannya.” (H.R.Tirmidzi)
Dari pendapat tersebut yang paling rajah adalah pendapatnya madzhab malikiyah, yaitu batas maksimal waktu haid itu adalah lima belas hari sedangkan waktu minimalnya tidak ditentukan. Oleh karena itu, jika keluar darah yang memiliki ciri-cirinya darah haid, maka wanita tersebut tidak boleh mengerjakan shalat, shaum (puasa), menetap di masjid, thowaf, hubungan suami istri, dan beberapa hal lain yang telah dilarang oleh syari’at Islam. Dan jika seorang wanita mengeluarkan darah lebih dari lima belas hari, maka itu termasuk darah istihadhoh. Rasulullah  bersabda, “Jika darah haid, maka ia berwarna hitam seperti diketahui banyak wanita. Jika yang keluar adalah darah seperti itu, maka tinggalkanlah shalat. Jika yang keluar adalah darah lain (warnanya, yakni darah istihadhah), maka berwudhulah setelah mandi dan laksanakan shalat. Karena, darah tersebut adalah penyakit.” (H.R. Abu Dawud, An-Nasa’i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Adapun kejanggalan yang dialami seorang wanita lainnya adalah mengalami haid dalam waktu yang terputus-putus. Misalnya selama dua hari ia keluar darah (haid) kemudian selama tiga hari berikutnya sudah tidak keluar lagi darah lagi yang menunjukkan darah haid, maka selang waktu antara haid satu dengan haid yang lain itu dia mempunyai kewajiban untuk menjalankan perintah-perintah Allah dan boleh melakukan hubungan suami istri. Namun bila keluarnya itu sudah melebihi dari batas maksimal waktu haid (lima belas hari), maka darah tersebut tidak dihukumi darah haid, melainkan darah istihadhah. Serta jika keluar cairan kekuning-kuningan atau berwarna keruh setelah lewat masa suci, maka itu bukan termasuk darah haid dan dihukumi sama dengan air kencing. Tapi jika keluarnya cairan kekuning-kuningan atau berwarna keruh itu pada saat tengah menjalani masa haid,maka darah tersebut termasuk darah haid, sehingga ia belum diharuskan untuk mandi, melaksanakan shalat, dan puasa. Ummu ‘Athiyah berkata:
كنا لا نعدالصفرة والكدرةبعدالطهرشييئا
“Kami tidak memperhitungkan sama sekali darah yang berwarna kekuning-kuningan atau yang berwarna keruh setelah lewat masa bersuci.” (H.R. Al-Bukhori)
Jadi darah haid itu selain dapat dikenali dengan warnanya, juga dapat dikenali dengan waktu kebiasaannya haid. Jika keluar darah terus menerus sebelum lima belas hari, maka darah tersebut masih termasuk darah haid. Dan jika darah tersebut keluar secara terputus-putus, maka selang waktu antara haid yang satu dengan haid lainnya itu dia harus mandi janabat dan melakukan semua perintah-perintah Allah .


Referensi:
    Fiqh Wanita, Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah
    Fatwa Ulama’ Bagi Wanita, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad Shalih ‘Utsaimin
    Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Amin bin Yahya Al-Wazan
    Fiqhnya Empat Madzhab, ‘Abdurrahman Al-Jazairi

0 komentar:

Posting Komentar