Senin, 07 Maret 2011

MENIMBANG OMELAN DAN PUJIAN, MANA YANG LEBIH BERAT??....

“Adik .…ayo mandi! Disuruh mandi aja kok malas amat!” Bentak ibu seraya menyeret paksa anaknya yang sedang asyik bermain. “Rani….jangan dekati kompor itu! Bahaya, tahu!” Bentak ayah rani yang memergoki putrinya sedang mengotak-atik kompor minyak. Membentak anak, sepertinya sudah menjadi kebiasaan orang tua dalam mengahadapi anak yang melakukan kesalahan atau pemberontakkan terhadap perintah orang tua. Memang terasa jengkel ketika melihat si anak melakukan kesalahan, atau pemberontakan terhadap orang tua. Secara reflek, karena emosi, orang tua sering menasehati anaknya dengan nada yang tinggi. Lalu akankah cara tersebut efektif untuk menasihati anak? Tentu tidak. Sebab kalau anak terlalu sering dibentak, maka kelak ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. Ia pun bisa menjadi orang yang mudah emosi. Hal itu disebabkan karena ia meniru kebiasaan orang tuanya yang suka marah. Kebanyakan dari orang tua akan bertindak ketika si anak telah melakukan kesalahan. Bukan mencegah, mengarahkan, atau membimbing sebelum si anak melakukan kesalahan tersebut. Misalnya ketika si anak menumpahkan susu, atau terlambat mandi, atau membuang-buang makanan, orang tua langsung membentak dengan kata-kata yang keras. Sikap tersebut seperti sikap seorang polisi menghadapi penjahat yang sedang diinterogasi (dimintai keterangan). Sebaliknya, orang tua sering lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak mandi tepat waktu atau bangun pagi. Padahal seharusnya antara perhatian positif dan perhatian negatif itu harus seimbang. Oleh karena itu orang tua harus mengetahui tingkat perkembangan kejiwaan anak. Di mana seorang anak itu tidak dapat disamakan dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak itu dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, tidak bisa diukur dengan tolok ukur orang dewasa. Pada ingatan setiap anak selalu terdapat catatan lengkap tentang hubungan mereka dengan orang tuanya. Catatan tersebut ada dua macam. Yang satu, catatan kebahagiaan, yaitu jika orang tua memberikan perhatian dan kasih sayang yang membuat hatinya bahagia. Catatan kedua, melukiskan perasaan marah ketika mendapat pandangan masam, teguran atau omelan orang tua. Keduanya selalu dibanding-bandingkan oleh anak setiap saat. Ditimbang mana yang lebih berat. Jika jumlah “bahagia” lebih banyak, berarti hubungan si anak dengan orang tuanya berlangsung harmonis dan penuh kasih sayang. Sebaliknya jika timbangan kemarahan lebih berat, hubungan pun terganggu. Bahkan jika angka kemarahan melambung lebih tinggi, anak akan menunjukkan gejala-gejala kemarahan yang terpendam. Anak suka membangkang, berkata kasar, sengaja melanggar aturan, sering bermimpi buruk, ngompol, dan sebagainya. Anak-anak ini jika terus dibiarkan dalam keadaan tertekan kelak akan memandang masa depan yang suram karena masa kecilnya diwarnai ketidakseimbangan perkembangan emosi. Catatan harian itu tentu saja ditulis menurut cara berfikir anak. Pemberian nasihat orang tua pasti bertujuan baik, tapi jika disertai teguran keras atau hinaan, hanya akan menambah catatan kemarahan saja. Apalagi jika hukuman harus diterimanya. Begitu banyak teladan kasih sayang kepada anak-anak yang diberikan Rasulullah. Ini membuktikan bahwa cara terbaik dalam menjaga keharmonisan hubungan orang tua dan anak adalah dengan kata-kata yang manis, senyum, canda tawa, pelukan dan sentuhan-sentuhan fisik lain yang mengekspresikan kasih sayang. Hubungan dengan penuh kasih sayang tidak sama dengan sikap serba boleh. Bukan kasih sayang namanya jika setiap permintaan anak dituruti. Guru dan orang tua tetap diwajibkan mengajari anak-anaknya tentang yang benar dan yang salah, antara yang baik dan yang buruk. Batasan-batasan ini tetap harus diperhatikan. Hanya saja, orang tua perlu pandai-pandai mengatakan “tidak”. Jangan menggunakan kata keras, marah ataupun acuh tetapi berlakulah lembut. Beri penjelasan dengan kasih sayang, perhatian penuh dan kata-kata manis yang menyenangkan hati anak.

0 komentar:

Posting Komentar