Selasa, 15 Februari 2011

ISTIQOMAH…? SULITKAH….?!!

Istiqamah, satu kata yang ringan untuk diucapkan namun berat dalam mengaplikasikan. Ya setidaknya kalimat itulah yang muncul setelah kita merenungi kata tersebut dengan membandingkan yang kita hadapi.
Lihat saja di sekitar kita, ketika ramadhan kita semangat meningkatkan ibadah, shalat jama’ah tidak pernah ketinggalan, shalat tarawih setiap malam, berinfak, membaca al-qur’an dalam sehari bisa sampai dua juz bahkan ada yang lebih, dan berusaha untuk tidak marah, tidak menggibah, serta amalan- amalan yang lainnya.
Namun, Bagaimana kita bisa mempertahankan suasana dan semangat ramadhan? Banyak diantara kita setelah berlalunya bulan ramadhan maka berlalu pula amalan-amalan tersebut. Saat bulan ramadhan bisa mengerjakan shalat tarawih setiap malam dengan berjama’ah sempurna sampai sebelas raka’at, tapi kenapa semangat itu mengendor di bulan lainya? Yang sebelas raka’at menjadi tujuh raka’at, lima raka’at, bahkan tidak sempat sama sekali. Apakah Allah yang kita sembah di bulan Romadhan beda dengan Allah yang kita sembah di bulan-bulan lainnya…??!!
Pengertian Istiqamah
Istiqamah berasal dari kata istaqama- yastaqimu- istiqaman yang berarti konsisten melakukan hal- hal yang diperintahkan dan meninggalkan segala larangan.
Menurut Imam Ibnu Daqiq mengenai hadits yang tercantum di atas, istiqamah merupakan salah satu kalimat yang ringkas, padat lagi jelas makna yang diberikan kepada nabi . Karena beliau merangkum, buat penanya ini, dalam dua kalimat ini, makna- makna islam dan iman seluruhnya. Beliau memerintahkannya agar senantiasa memperbaharui keimanannya dengan lisannya seraya mengingat dengan hatinya, dan memerintahkannya agar beristiqamah dalam menjalankan berbagai keta’atan dan menjauhi larangan. Sebab, istiqamah tidak datang beserta suatu yang bengkok, karena ia kebalikannya.
Firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا......
“Sesungguhnya orang- orang yang mengatakan,” Rabb kami ialah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka…”(Q.S Fushilat: 30)
Yakni, beriman kepada Allah semata kemudian beristiqamah di atasnya dan di atas keta’atan, hingga Allah mematikannya di atas perkara tersebut. Syaik Ibnu Utsaimin mengatakan: “Aku beriman kepada Allah dengan hatiku, sedang istiqomah dengan perbuatan. Nabi  memberikan kepadanya dua kalimat yang berisikan agama secara keseluruhan. Aku beriman kepada Allah mecakup beriman kepada segala yang diberitakan Allah  tentang diri-Nya, Hari akhir, rasul-rasul-Nya, tentang segala yang dirisalahkan-Nya, dan juga mencakup kepatuhan. Karena itu, beliau bersabda, “kemudian beristiqomahlah.” Ini didasarkan pada keimanan. Karena itu, disebut dengan kata tsumma (kemudian), yang menunjukkan tartib (urutan). Istiqomah ialah senantiasa menetapi jalan yang lurus, jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin.
Dalam realita kehidupan fenomena umat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang faham terhadap Islam mampu mengimplementasikan istiqomah dalam seluruh sisi-sisi kehidupannya. Dan orang yang mampu mengimplementasikan belum tentu bisa bertahan sesuai dengan yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqomah dalam memegang ajaran sepanjang hidupnya.
Ustadz Abu Al-qasim al-qusyairi mengatakan, “Istiqomah adalah suatu derajat yang membuat berbagai urusan menjadi lengkap dan sempurna, baik urusan dunia maupun urusan akhirat. Dengan keberadaannya, berbagai kebajikan dan sistemnya diraih. Siapa yang tidak beristiqomah pada saat berusaha maka usahanya akan sia-sia dan jerih payahnya tidak ada untungnya.” Tuntutan istiqomah bukan saja menjadi kewajiban umat Islam, malah Rasul dan Nabi terdahulu dipertegaskan oleh Allah  agar terus istiqomah dalam menjalankan tugas dan kewajiban kerasulan dan kenabian mereka. Ibnu Abbas mengatakan, “Tidak pernah turun pada Rasulullah  di semua al-quran suatu ayat pun yang lebih berat baginya dibandingkan dengan surat Hud ayat 112, yang memerintahkan untuk istiqomah pada jalan-Nya. Allah menjanjikan demikian: "Dan seandainya mereka itu bersikap istiqamah di atas jalan kebenaran, maka pastilah Kami siramkan kepada mereka air yang melimpah." (. Al-Jinn:16). Air adalah lambang kehidupan dan lambang kemakmuran. Maka Allah menjanjikan mereka yang konsisten mengikuti jalan yang benar akan mendapatkan hidup yang bahagia. Tentu saja keperluan kepada sikap istiqomah itu ada pada setiap masa, dan mungkin lebih-lebih lagi diperlukan di zaman modern ini.
Apakah yang akan kita peroleh dari istiqomah tersebut? Allah menjanjikan balasannya pada surat fushilat ayat 30, yakni selamat dari segala keburukan, mendapatkan surga, dan semua yang disukai. Tentunya meninggal dengan khusnul khotimah dan terhindar dari su’ul khotimah. Sekarang pilihan ada ditangan Anda mau khusnul khotimah dengan tetap istiqomah atau su’ul khotimah dengan berpaling dari istiqomah.
Setiap kita pasti mengharapkan kemudahan dalam setiap kehidupan, kehidupan dunia apalagi kehidupan di akhirat kelak. Dalam kondisi apa pun di dunia ini, apalagi situasi sekarang ini, di mana dunia Barat mengalami krisis ekonomi yang hebat, padahal notabene mereka adalah negara-negara kaya, namun bagi orang yang beriman dan yang istiqamah tidak akan pernah goyah, selalu ada tangan Malaikat yang membantu keluar dari setiap persoalan. Dan mereka disiapkan surga oleh Allah  di akhirat kelak. Subhanallah wal hamdulillah wa Allahu Akbar. Allahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar