Kamis, 10 Desember 2009

Puasa Wanita Hamil dan Menyusui

Ibadah puasa merupakan salah satu kewajiban dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba Nya. Puasa pada bulan ramadhan merupakan amal ibadah yang diwajibkan kepada wanita muslimah yang berakal sehat dan telah mencapai usia baligh.
Agama Islam adalah agama yang mudah, yaitu tidak ada paksaan bagi pemeluknya. Termasuk salah satu rahmat dari Allah yang ada di dalam dien ini adalah kemudahan bagi wanita hamil dan menyusui untuk mengganti puasanya. Tata caranya pun telah diatur di dalamnya.
Sebagian ulama’ mengatakan bahwa wanita hamil dan menyusui diperbolehkan untuk berbuka. Akan tetapi, harus menggantinya pada hari yang lain atau memberikan makan kepada orang miskin. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad :
إنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصِّيَامَ وَعَنْ الْحَامِلِ وَالِْمُرْضِعِ الصوم أو الصيام. والله لقد قالهما رسول الله  أحدهما أو كلاهما (رواه النسا ئي والترمذي)
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan setengah nilai shalat dari para musafir serta memberikan kemurahan kepada wanita hamil dan menyusui. Demi Allah, Rasulullah  telah mengatakan keduanya, salah satu atau keduanya.” (HR. An-Nasa’I dan At-Tirmidzi)
Seorang wanita yang hamil atau menyusui dibolehkan untuk tidak berpuasa. Para ulama sepakat mengatakan bahwa keduanya adalah orang yang mendapat 'udzur syar'i. Hanya mereka berbeda pendapat ketika memasukkan kategori.
Sebagian mengatakan bahwa wanita hamil dan menyusui termasuk kategori orang yang sakit. Sehingga konsekuensinya harus mengganti dengan berpuasa di hari lain, sebagaimana umumnya orang sakit. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah: 184)
Sebagian lagi mengatakan bahwa keduanya termasuk orang yang lemah atau sudah udzur. Sehingga konsekuensinya bukan dengan mengganti puasa di bulan lain, melainkan sebagaimana orang yang lemah, yaitu memberi makan orang miskin. Atau kita kenal juga dengan membayar fidyah. Dalilnya adalah ayat yang sama dengan di atas yang merupakan kelanjutan ayat tersebut.
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah,: memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Dan ada juga kalangan yang menyerahkan langsung kepada yang bersangkutan, apakah termasuk kategori orang sakit atau orang lemah. Yaitu dengan cara melihat kepada motivasi ketika tidak puasa. Kalau dia mengkhawatirkan keadaan dirinya, maka termasuk kategori orang yang sakit. Dan konsekuensinya dengan mengganti puasa di hari lain. Tapi kalau dia mengkhawatirkan bayinya sehingga tidak berpuasa, maka termasuk kategori orang lemah, sehingga konsekuensinya hanya membayar fidyah.
Sedangkan khusus wanita yang nifas, bila meninggalkan puasa, maka caranya hanya dengan mengganti dengan puasa di hari yang lain. Bukan dengan bayar fidyah.
Jika seorang wanita hamil khawatir pada dirinya atau khawatir pada janinnya jika berpuasa lalu ia berbuka, maka yang wajib baginya hanya mengqadha puasa, keadaannya saat itu adalah seperti orang sakit yang tidak kuat berpuasa atau seperti orang yang khawatir dirinya akan mendapat bahaya jika berpuasa, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِЪُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpusa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yag lain" [Al-Baqarah : 185]


Mengenai kewajiban untuk membayar qodho dan bayar fidyah bagi wanita hamil dan menyusui yang tidak dapat berpuasa pada bulan ramadhan dengan alasan takut membahayakan janin yang ada dalam kandungannya atau juga khawatir terhadap dirinya sendiri, ada beberapa singkatkan uraian dari para ulama sebagai berikut :
1. Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (mengqodho puasa)
Wanita menyusui dan wanita hamil ini bisa disamakan atau diartikan sebagai orang sakit, akan tetapi jika udzur kedua wanita itu karena ada rasa khawatir terhadap bayi atau janin yang dalam perut maka di samping mengqadha puasa, kedua wanita itu diharuskan memberi makan kepada seorang miskin setiap harinya berupa makanan pokok, bisa berupa gandum, beras, korma atau lainnya. Sebagian ulama lainnya berpendapat : Tidak ada kewajiban bagi kedua wanita itu kecuali mengqadha puasa, karena tentang memberi makan orang miskin. tidak ada dalilnya dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah, ini adalah madzhab Abu Hanifah dan merupakan pendapat yang kuat.
2. Menurut Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta (mengqodho puasa):
Jika wanita hamil itu khawatir kepada dirinya atau anaknya jika berpuasa dibulan Ramadhan, maka hendaknya ia tidak berpuasa dan wajib baginya untuk mengqadha puasanya saja. Statusnya saat itu adalah seperti orang yang tidak kuat untuk berpuasa atau takut akan timbulnya bahaya pada dirinya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

0 komentar:

Posting Komentar