Kamis, 10 Desember 2009

Poligami, Wahyu Ilahi yang Ditolak

Poligami senantiasa menjadi perdebatan yang sangat sengit di tengah kaum muslimin sampai terjadi penolakan terhadap hukum poligami itu sendiri. Dan ironisnya yang menolaknya bukanlah tokoh yang tidak mengerti agama, bahkan mereka adalah tokoh-tokoh yang dikatakan sebagai cendekiawan muslim. Padahal, Allah Ta’ala telah menyebutkan hukum poligami ini melalui wahyu-Nya yang suci, Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (An-Nisa’: 3).
Ibnu Katsir mengatakan, “Nikahilah wanita yang kalian suka selain wanita yang yatim tersebut. Jika kalian ingin, maka nikahilah dua, atau tiga atau jika kalian ingin lagi boleh menikahi empat wanita.” (Tafsir Ibnu Katsir).
Jadi, sebenarnya adakah hikmah dibalik disyari’atkannya poligami tersebut?
HIKMAH WAHYU ILAHI
Setiap wahyu yang diturunkan oleh pembuat syariat pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar. Begitu juga dibolehkannya poligami oleh Allah, pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar baik bagi individu, masyarakat dan umat Islam. Di antaranya:
1.    Dengan banyak istri akan memperbanyak jumlah kaum muslimin.
2.    Untuk kebaikan wanita, karena jumlah laki-laki itu lebih sedikit dibanding wanita, sehingga akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami.
Jumlah wanita diciptakan Allah lebih banyak dari kaum pria. Ini tentu ujian bagi pria sejauh mana peduli pada kaum wanita, akankah dijaga sebagai suatu amanah, atau sebagai objek nafsu sesaat? Kalaulah manusia ditakdirkan satu pria hanya untuk satu wanita saja, tentulah Allah ciptakan jumlah mereka sama. Namun mengapa tidak demikian?
Kebutuhan biologis laki-laki, diciptakan Allah berbeda dengan wanita. Kebutuhan pria jauh lebih besar dan menonjol dibanding wanita. Masa produktif laki-laki berlangsung lebih lama dibanding wanita. Sedangkan wanita mengalami menapouse, jika tidak mungkin mereka akan terbebani dengan beban-beban reproduksi (hamil dan menyusui) sampai usianya lanjut.
Tapi sayang realita berkata lain, insting biologis pria yang telah Allah ciptakan sebagai stimulus hubungan pria-wanita, yang seyogyanya dijalankan sesuai panduan-Nya melalui tuntunan pernikahan termasuk poligami, telah diselewengkan begitu saja karena godaan nafsu syaithani. Banyak pria terperangkap dan mengejar kebahagiaan semu. Pelacuran merajalela. Perzinahan dimana-mana. Inilah potret modernitas masa kini yang melahirkan berbagai problematika wanita. Paling tidak ada dua problem besar melingkari kehidupan wanita abad modern ini:
1.    Menjadi korban objek seksualitas kebinatangan.
Pemerkosaan, perzinahan, perselingkuhan, pelacuran, pornografi, pornoaksi, telah menggugurkan keagungan feminitas wanita. Tak terkira berapa beban sosial yang harus ditanggung, bukan saja oleh wanita itu sendiri, tapi juga anak-anak yang terlahir dari berbagai penyimpangan.
2.    Menjadi korban ekonomi kapitalis.
Karena tidak ada yang bertanggungjawab pada kebutuhan finansialnya, maka wanita keluar merambah sektor industri yang sangat kapitalis. Dengan alasan kemandirian, atau mengejar karir dan aktualisasi diri, wanita tak sadar jadi korban eksploitasi ekonomi kapitalis. Apalagi kebanyakan produsen lebih condong menerima wanita karena penurut, tidak banyak menuntut. Akibatnya banyak wanita bekerja, tetapi banyak laki-laki menganggur.
Persoalan baru muncul. Wanita yang sibuk dengan pekerjaannya, tak punya lagi waktu untuk memikirkan hak-haknya untuk dicintai, diayomi dan diurus semua kebutuhan lahir batinnya. Sedangkan pria yang menganggur, akhirnya ragu untuk menikah (takut tidak mampu menafkahi) dan terus membujang. Kala kebutuhan fitrah manusia untuk saling mencintai tak tersalurkan dan kala dorongan biologis begitu bergelora, timbullah berbagai penyimpangan. Bukan saja pada para pria, tapi juga wanita.
Disinilah poligami muncul sebagai solusi. Mari kita lihat potret hidup para shalafus sholeh dan bagaimana penerapan syariah Islam, termasuk syariat poligami yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan dan tujuan syariat Islam sebagai Rahmatan lil Alamin.

MANFAAT POLIGAMI
Berikut beberapa keuntungan apabila poligami dilaksanakan sesuai aturan syar’i, penuh tanggung jawab, adil dan bukan dipenuhi semangat nafsu semata:
1.    Keuntungan bagi Laki-Laki
•    Dapat menyalurkan hasrat biologisnya secara bersih, sehingga terhindar dari segala hal yang buruk.
•    Salah satu cara untuk menjaga pandangan dan kemaluan atau kehormatan.
•    Dengan tersalurkannya hasrat, berbanding lurus dengan beban tanggung jawab financial, mendorong pria untuk dapat meningkatkan produktifitas kerja, yang selanjutkan akan meningkatkan perekonomian. Inilah logika penjelasan apa yang dijanjikan Allah dalam firman-Nya:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمь
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu. Dan juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan (kekayaan) kepada mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya), Lagi Maha Mengetahui”
•    Memiliki kesempatan untuk mendapat keturunan dalam jumlah banyak tanpa membebani para istri, sehingga memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya dengan berjihad.
Syaikh Muhammad al Amin asy-Syinqithi berkata: "Al Qur`an menghalalkan poligami untuk kemaslahatan wanita agar mendapatkan suami, dan kemaslahatan lelaki agar tidak terbuang kemanfaatannya, ketika seorang wanita dalam keadaan udzur, serta (untuk) kemaslahatan ummat agar menjadi banyak jumlahnya, lalu dapat menghadapi musuh-musuhnya demi menegakkan kalimatullah agar tetap tinggi.

2.    Keuntungan bagi Wanita
•    Sebagaimana pria, ieuntungan utama bagi wanita adalah dapat menyalurkan hasratnya baik biologis maupun psikologis (cinta), secara bersih, aman dari berbagai penyimpangan dan kekotoran.
•    Dapat mengatur hak reproduksi berupa penentuan kehamilan berapa anak yang diinginkan ataupun pengaturan waktunya.
•    Dengan beban reproduksi yang ringan, seorang wanita memiliki waktu lebih untuk menggali potensi diri dan mengembangkan kemampuannya (skill/ilmu) serta memiliki kiprah yang lebih luas di masyarakat.
•    Terciptanya kerjasama para wanita (istri) yang berbeda karakter dan kemampuannya baik dalam kehidupan rumah tangga maupun urusan-urusan lainnya dan memungkinkan terciptanya kolaborasi yang indah dalam segala hal.
•    Dapat mengangkat kemuliaan wanita yang suaminya meninggal atau menceraikannya dengan adanya yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan dia dan anak-anaknya.
•    Memberi waktu luang seorang isteri untuk mengurus dirinya sendiri.
Demikianlah poligami dalam Islam. Kesimpulannya adalah poligami dalam Islam bukanlah sebuah otoritas tanpa `atas pria untuk memuaskan diri, namun sebuah refleksi manusiawi pria sekaligus pelaksanaan amanah Rasul untuk selalu menjaga wanita. Dengan kata lain poligami Islam bukan selalu bernuansa biologis, namun juga ada motivasi sosial dakwah. Itu kiranya hikmah terbesar mengapa Rasulullah menikahi para janda. Itu pula yang terkandung dalam Al-Qur’an yang mana masalah poligami disebutkan dalam konteks sosial tentang pemeliharaan anak yatim:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدюةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim, maka nikahilah perempuan yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak mampu berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau hamba perempuan yang kamu miliki.Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat dzalim….” (An-Nisa’: 3)
Syaikh bin Baz dalam fatwa beliau mengatakan, berpoligami itu mengandung banyak maslahat yang sangat besar bagi kaum laki-laki, kaum wanita dan ummat Islam secara keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai kemaslahatan oleh semua pihak, tunduknya pandangan (ghaddul bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang banyak, kaum laki-laki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan dan kebaikan para isteri, melindungi mereka dari berbagai faktor yang menjadi penyebab keburukan dan penyimpangan (akhlak).

Tidak Mau Poligami, Jangan Menolak Wahyu Ilahi
Poligami dalam Islam sifatnya tidaklah memaksa. Kalau pun seorang wanita tidak mau di madu atau seorang lelaki tidak mau berpoligami tidak ada masalah. Dan hal ini tidak perlu diikuti dengan menolak hukum poligami (menggugat hukum poligami). Sehingga di antara mereka ada yang mengatakan bahwa poligami adalah sumber kesengsaraan dan kehinaan wanita. Poligami juga dianggap sebagai biang keladi rumah tangga yang berantakan. Dan berbagai alasan lainnya yang muncul di tengah masyarakat saat ini sehingga dianggap cukup jadi alasan agar poligami di negeri ini dilarang.
Maha Suci Allah dari segala tuduhan. Tidak mungkin Allah mengajarkan kepada kita untuk mengendalikan hawa nafsu dengan disyariatkannya puasa, namun kemudian dalam syariat lainnya diperbolehkan mengumbar nafsu (poligami). Berbagai penyelewengan yang ada adalah karena ketidakfahaman sehingga terjadi niat yang salah, tata cara yang salah, tujuan yang salah.
Sebagai orang beriman, hendaknya kita meyakili dan mengakui bahwa poligami adalah bagian dari syariat Islam. Bila tidak mampu melaksanakannya, cukup kita katakan: “Saya mengakui dan beriman tentang masalah ini, namun saya belum mampu melaksanakannya…”
Waallahu A’lam bis showwab…..

Reference:
1.    Al-Qur’anul Karim
2.    Tafsir Ibnu Katsir, Abu Fida’ Ibnu Katsir
3.    Keluarga Sakinah, Abdul Qadir Jaelani

0 komentar:

Posting Komentar