Kamis, 14 April 2011

Ayo... TADABBUR ALAM ke GROJOGAN SEWU






Alhamdulillah, ujian mid semester udah selesai,
Lama g menyapa lewat blog qtha tersayang ini… akhirnya kami bisa post juga :).
Hmmm…. Setelah kronologi ujian yang rumit (?) dan lumayan bikin pusing akhirnya kami memutuskan untuk mengajukankan suatu rihlah sebagai refreshing. Dan g main-main, acara tadabbur alam ini bertujuan menuju sebuah tempat yang alamnya indah, permai, dan menyejukkan lahir batin.
Dimanakah itu?

Rabu, 06 April 2011

TINJAUAN SYAR’I SEPUTAR HUKUM JUAL BELI KREDIT Vol. 1

Diantara persoalan penting yang kurang diperhatikan oleh kebanyakan umat Islam adalah masalah halal dan haram serta syubhat saat mencari rizqi. Padahal masalah ini sangat ditekankan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama’ salaf, karena sangat erat hubungannya dengan amal perbuatan, diterimanya do’a dan lain sebagainya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172) Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّباً وَ إِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ
“Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan hanya menerima yang baik-baik saja. Sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mu’minin sebagaimana Allah memerintahkan para rasul.”
Jual beli sistem kredit datang menyeruak diantara segala sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata masyarakat berasal dari kalangan menengah ke bawah, yang mana terkadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa didapatkan secara kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat. Namun ada sebuah pertanyaan besar yang muncul, yaitu apa hukum jual beli kredit secara Islam? Halalkah? Atau haram? Kalau halal, lalu bagaimana aturan dan kode etiknya baik bagi penjual maupun bagi pembeli?

MENUMBUHKAN EMPATI ANAK

Senang rasanya melihat anak kita berceloteh tentang rasa kasihannya kepada temannya yang sedang sakit, berarti anak kita telah memiliki rasa kepekaan terhadap teman-temannya. Maka tugas kita selanjutnya adalah mengembangkan sifat ini sehingga akan mendarah daging dalam diri anak kita.
Hadirnya seorang anak akan menjadi bukti aktualisasi orang tua dalam bermasyarakat dan menjadi tabungan untuk kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu panduan khusus yang syar’i untuk membentuk pribadi anak. Empati adalah wujud pemahaman anak terhadap apa yang dirasakan orang lain. Para psikolog berpendapat, pada dasarnya setiap anak sudah memiliki kepekaan (empati) pada dirinya. Persoalannya tergantung bagaimana cara orang tua mengasahnya sehingga empati itu bisa menjadi bagian dari karakter dan kepribadian anak. Berikut beberapa cara untuk para orang tua yang berkeinginan mengasah empati anak :

AN-NAJMA EDISI 41

Ukhuwah yang indah, ukhuwah yang tak ternoda oleh ghibah. Ukhuwah yang tak lekang zaman, tak lapuk oleh waktu, tak kenal perbedaan jarak.
Banyaknya bencana dimana-mana adakah membuat hati kita tergetar? Atau jangan-jangan mata kita terlanjur mati rasa?
Jangankan yang jauh, bahkan tetangga di seberang jalan saja kita tak kenal namanya:(

UMMUL BANIN

‘… menyambung tali silaturrahmi dan berempati pada penderitaan orang lain lebih kucintai dari memakan makanan lezat di atas rasa lapar seseorang… ’
Seorang perempuan yang berada pada puncak kemuliaan dan kehormatan, ia mengangkat panji kemuliaan diantara keluarga dan kerabatnya yang banyak menjadi khalifah dan gubernur.
Beliau adalah Ummul Banin binti Abdul Aziz bin Marwan Al-Umawiyah Al-Qurasyiah, saudari Umar Abdul Aziz,dan beliau adalah istri dari khalifah Walid bin Abdul Malik, ia melahirkan tiga orang anak dari hasil pernikahannya dengan Walid, mereka adalah Abdul Aziz, Muhammad dan Aisyah.